Sumber Gambar : https://plus.kapanlagi.com |
Tayangan Iklan tentang game online dari HAGO di TV Nasional menuai kontroversi di kalangan netizen dan pemerhati pendidikan. Iklan berdurasi 30 detik, melahirkan kritik terhadap materi atau konten iklan yang telah ditayangkan. Dalam iklan tersebut, mengambarkan profesi seorang guru yang killer, galak, sedang menulis materi pelajaran Sejarah Indonesia di papan tulis dan terdapat seorang siswa sedang dihukum berdiri dengan satu kaki sambil memegang kedua telinganya. Sementara siswa lain di kelas terlihat mengikuti pelajaran dengan menahan kantuk, karena takut terkena hukuman yang sama jika bapak guru yang galak itu mengetahui muridnya tidak mencatat materi pelajarannya.
Saat guru menerangkan di kelas, seorang siswa yang datang terlambat memasuki kelas. Mengetahui kedatangan siswa tersebut, ekspresi bapak guru pun berubah. Dari semula menampakkan wajah sangar, mendadak berubah jadi lunak dan menunjukan wajah ketakutan. Bagaikan seorang pembantu guru tersebut berubah menjadi pelayan siswa yang terlihat tidak memiliki etika tersebut. Bagian inilah yang memantik kritikan tajam dari netizen, yang menganggap bahwa terdapat pelecehan terhadap guru.
Jika kita melihat dari berbagai sudut pandang, pada bagian tertentu Iklan ini, menunjukan bahwa adanya pelecehan oleh siswa terhadap profesi Guru. Namun tidak menutup diri, disatu sisi melihat kedalam konten iklan terdapat bagian yang juga menunjukan kurangnya pemahaman guru dalam menjalankan profesi, yaitu memberikan hukuman yang tidak mendidik terhadap siswa. Fenomena ini sering terjadi dalam dunia pendidikan kita, yaitu pelecehan terhadap guru dan kekerasan terhadap siswa.
Berbicara tentang pelecehan dan kekerasan terhadap guru, di negara maju seperti Amerika Serikat (AS) kekerasan terhadap guru juga sering terjadi. Berdasarkan Survei yang pernah dilakukan American Psychological Association, yaitu organisasi profesional dalam bidang psikologi menyatakan, sekitar 80% pendidik di AS dilaporkan pernah menjadi korban kekerasan di sekolah antara 2010-2011. Tak jauh berbeda dengan kajian Departemen Pendidikan AS, pada 2011-2012 yang menyatakan sebanyak 20% guru sekolah umum dilaporkan telah dilecehkan secara verbal, 10% dilaporkan terancam secara fisik, dan 5% dilaporkan diserang secara fisik di sekolah (Jendela Pendidikan dan Kebudayaan, XXI/Maret-2108).
Terlepas dari kasus Iklan HAGO, Pemerintah Indonesia secara yuridis berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dalam pasal 1 mengamanatkan kepada guru bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Profesi Guru secara normatif, memang telah mendapatkan perlindungan, sebagaimana ketentuan pasal 39 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 (1) “Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas”. Rumusan undang-undang tersebut telah memberikan dan mewajibkan adanya perlindungan kepada guru dalam tugasnya. Juga pada ayat (2) menjelaskan ruang lingkup perlindunginya yang meliputi “Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja” Ketentuan ini membedakan secara tegas tentang perbedaan antara perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan keselamatan kerja dan perlindungan kesehatan kerja.
Aturan turunan lain yang dibuat pemerintah adalah Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru pun menegaskan bahwa guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari pemerintah, pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi guru, dan/atau masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing (Pasal 40 ayat 1). Selain itu Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan memperkuat posisi guru dalam menjalankan tugas profesinya
Jika Landasan yuridis sudah ada, mengapa dalam kenyataan guru masih mengalami kekerasasan dalam menjalan profesinya? Hal ini disebabkan berbagai faktor, pertama, implementasi peraturan tersebut belum berjalan optimal. Lemahnya perlindungan terhadap guru adalah akibat belum berjalan sosialisasi aturan hukum perlindungan guru, terbukti dengan fakta dilapangan guru tidak mengerti tentang No. 14 Tahun 2005 tentang UU Guru dan Dosen. Kedua, orangtua belum memahami peranan seorang pendidik dalam menjalankan tugas keprofesian. Tugas guru bukan hanya mengajar tetapi juga mendidik, membina, dan membimbing siswa. Jika dalam pembinaan terdapat ketidaksesuaian maka guru dan orang tua harus berkerjasama dalam menangani masalah tersebut, untuk itu penggunaan media sosial melalui group Whatsapp orang tua dan guru, dapat menjadi solusi sebagai media komunikasi. Inilah pentingnya penguasaan teknologi. Ketiga guru dan orang tua harus aktif dalam pengawasan, mungkin kita pernah membaca meme berisi sindiran “Guru dibayar murah untuk memperbaiki karakter dan akhlak anak-anak, sedangkan artis sinetron dibayar mahal untuk merusak akhlak anak-anak”. Terakhir belajarlah dari sejarah “Historia Magistra Vitae”.
Opininya sangat menarik, menghubungkan sejarah dan masa kini
BalasHapus